Tampilkan postingan dengan label dunia. Tampilkan semua postingan

ARAB SAUDI - Otoritas Arab Saudi telah memutuskan seluruh hubungan diplomatik dengan Iran pada Minggu (3/1/2016) atau selang sehari setelah kedutaannya di Teheran diserang massa yang marah dengan eksekusi mati ulama Syiah, Nimr Baqr al-Nimr. Saudi juga membekukan seluruh aktivitas penerbangan ke Iran.

Sejumlah negara sekutu Saudi, seperti Bahrain dan Sudan mengikuti langkah Saudi dengan memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran. Sedangkan Uni Emirat Arab dan Kuwait menarik pulang Duta Besar masing-masing dari Teheran sebagai bentuk solidaritas terhadap Saudi.

Saudi menyatakan hubungan dengan Iran bisa dipulihkan, jika Iran berhenti mencampuri urusan dalam negeri negara lain, terutama Saudi. Seperti diketahui Iran yang merupakan negeri Syiah ini kerap membuat kekacauan dan pemberontakan di negeri-negeri Sunni (Ahlulsunnah Waljamaah, red).

Ini karena Syiah masih menyimpan dendam turun temurun karena leluhur mereka yang menganut Majussi dihancurkan oleh Khalifah Umar kala itu. Penghamba nikah mut'ah (kawin kontrak) ini juga saat ini berada di balik fitnah di negeri Syam (Palestina, Suriah, Libanon dan Jordan) serta fitnah di Yaman.

Alhasil Miliarder Arab Saudi, Pangeran Alwaleed bin Talal, membatalkan rencana investasinya di Iran. Pembatalan ini menyusul pemutusan hubungan diplomatik dengan Iran, oleh otoritas Saudi di tengah ketegangan kedua negara.

Melalui akun twitter-nya, seperti dilansir media Arab Sudi, Arab News, Rabu (6/1/2016), Alwaleed menyatakan dirinya telah menolak permintaan Duta Besar Iran untuk Arab Saudi untuk bertemu dengan dirinya.

Alwaleed juga menghentikan operasional maskapai Flynas ke Iran. Sebanyak 34 persen saham maskapai bujet Flynas dimiliki oleh Kingdom Holding milik Alwaleed.

Namun sayangnya Alwaleed tidak menjelaskan lebih lanjut rencana investasi maupun proyek dengan Iran yang dibatalkannya.

sumber: detik.com





IRAN - Negara Iran dan Arab Saudi yang merupakan Negara Muslim Berpengaruh memilih untuk memutus hubungan diplomatik setelah Riyadh akhir pekan lalu mengeksekusi seorang ulama Syiah terkemuka yang dicap sebagai pembangkang.

Para analis mengatakan Arab Saudi, di bawah tekanan penurunan harga minyak dan tantangan yang meningkat dari Iran, ingin mengirim pesan jelas kepada siapa pun yang berani menantang otoritas kerajaan itu.

Ketegangan sektarian antara Arab Saudi dan Iran dan sekutu regional mereka meledak menjadi kemarahan setelah Riyadh mengeksekusi ulama Syiah terkemuka.

"Ini adalah eskalasi dramatis di pihak Saudi. Tapi ini merupakan cerminan perang dingin besar yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun," kata Aaron David Miller, analis Timur Tengah di Woodrow Wilson International Center.

Tehran berang, menuduh Riyadh menghasut anarki di kawasan itu. Ishaq Jahangiri, wakil presiden pertama Iran melontarkan tuduhan itu.

"Hal-hal yang Anda lakukan pada masa lalu, seperti membuat kelompok teroris, apa yang dibawanya ke kawasan ini selain kekacauan? Apa yang ditimbulkannya selain menciptakan kekacauan di Suriah, Irak dan di tempat lain?" katanya.

Muslim Syiah di Baghdad menyamakan tindakan Riyadh itu dengan kelompok militan Sunni Negara Islam atau ISIS. Tapi Riyadh juga mengeksekusi puluhan pembangkang ekstremis Sunni.

"Ini adalah cara mengirim pesan jelas, baik untuk setiap calon pembangkang Syiah maupun jihadis Sunni," kata Aaron David Miller.

Terlepas dari niatnya, eksekusi ulama Sheikh Nimr al-Nimr, kemungkinan besar akan memarakkan ketegangan sektarian di seluruh kawasan.

"Perang sekarang sedang berkecamuk di Suriah dan di Yaman, Irak, ada ketegangan di tempat-tempat seperti Bahrain, dan Lebanon, dan dengan melakukan hal ini mereka hanya memperdalam perpecahan Sunni-Syiah," kata Barbara Slavin, analis di Atlantic Council.

Eksekusi itu juga dapat merusak upaya diplomatik yang sedang dilakukan untuk mengakhiri perang di Suriah.

"Bagaimana Iran dan Saudi sekarang duduk bersama untuk pembicaraan perdamaian setelah apa yang terjadi?" imbuhnya.

Arab Saudi membela tindakannya dengan mengatakan bahwa Iran, sekutu-sekutunya, dan Sheikh al-Nimr lah yang mempromosikan terorisme.

Perselisihan baru antara Arab Saudi dan Iran ini muncul pada saat Iran tampaknya hampir menuntaskan kewajibannya untuk mendapatkan keringanan dari sanksi yang melumpuhkan terkait perjanjian nuklir internasional.

Para pejabat Iran telah mengatakan mereka bwerharap dapat mencapai apa yang disebut Hari Implementasi pada bulan Januari.

Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry telah mengadakan beberapa putaran pembicaraan diplomatik dengan Arab Saudi dan sekutu Teluk lainnya yang telah menyatakan keprihatinan bahwa Iran yang kuat tanpa sanksi bisa menguncang kawasan tersebut.

Di tengah keretakan baru antara kedua negara itu, AS mungkin perlu kembali merangkul Arab Saudi untuk meredakan kekhawatirannya, kata Patrick Clawson, analis di Washington Institute for Near East Policy.

"Jaminan ini khususnya akan sangat membantu saat kesepakatan nuklir bergerak maju dan sanksi diringankan pada Hari Implementasi," katanya.

Masih belum jelas bagaimana pengaruh meningkatnya ketegangan antara Arab Saudi dan Iran terhadap isu-isu regional lain di mana AS berkepentingan.

Namun, juru bicara Departemen Luar Negeri John Kirby, mengatakan AS akan terus melakukan sebisanya untuk meredakan ketegangan.

"Kami secara konsisten telah mendesak semua pihak untuk meredakan ketegangan di kawasan itu sehingga kita semua dapat terus bekerja untuk menyelesaikan masalah mendesak di Irak, Suriah, Yaman dan tempat lain di Timur Tengah," katanya. (Sumber VOA.com)




​RUSIA - Uji coba bom hidrogen yang dilakukan Korea Utara membuat negara Moskow cemas. Hal itu disampaikan dari kantor berita Rusia melalui juru bicaranya Kremlin Dmitry Peskov mengatakan bahwa Moscow mengaku "sangat cemas" akan rencana Korea Utara. Rabu, 6 Januari 2016

"Presiden Vladimir Putin memerintahkan untuk mempelajari secara serius hasil 'baca' dari seluruh pos monitor, termasuk monitor seismologi. Ia juga meminta analisis situasi jika uji coba bom sudah terkonfirmasi," kata Peskov, seperti dikutip Reuters.

Sementara itu, Komandan NATO, John Stoltenberg mengutuk aksi Korea Utara tersebut. Ia mengatakan, mereka harusnya sudah meninggalkan senjata nuklir.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman mengatakan, jika bom hidrogen terkonfirmasi, Jerman akan sangat mengutuk tindakan tersebut dalam jangka waktu yang lama.

Selanjutnya, juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying, mengatakan, sejauh ini China tak memiliki pengetahuan soal uji coba miniatur bom hidrogen tersebut. Namun, Chunying mengatakan, China menentang keras tindakan Pyongyang itu.

Korea Utara mengaku telah melakukan uji coba bom hidrogen nuklir pada Rabu, 6 Januari 2016. Uji coba itu menimbulkan gempa berkekuatan 5,1 SR di sekitar area uji coba. Negara-negara di dunia mengecam keras aksi Korut itu.
Namun, negara yang tertutup itu mengatakan, senjata itu dibuat untuk mempertahankan diri. Korut juga mengancam akan menggunakan bom itu jika ada yang mengancam kedaulatannya. (Sumber VIVA.co.id)




DAMASKUS - Penguasa Syiah di Suriah telah membantai sebanyak 55.219 muslim Sunni sepanjang tahun 2015. Jumlah tersebut termasuk 13.249 korban warga sipil dan 2.574 anak-anak.

Observatorium HAM Suriah yang Berbasis di Inggris juga menyebutkan, 17.686 pasukan rezim di antaranya lebih dari 8.800 tentara militer, lebih dari 7.000 Suriah milisi pro-rezim, dan 378 anggota gerakan Hizbullah Lebanon.

Sebanyak 1.214 pejuang asing dari negara lain, termasuk Irak, Iran, dan Afghanistan, tewas berjuang untuk rezim. Observatorium mencatat kematian tambahan 274 orang yang identitasnya belum diketahui.

Sejak perang dimulai Maret 2011, Observatorium mendokumentasikan kematian 260.758 orang. Lebih dari 76.000 warga sipil, 45.000 pemberontak, dan 95.000 pasukan rezim telah tewas.

Sebanyak 40.121 jihadis juga telah tewas dalam pertempuran dan serangan udara termasuk oleh koalisi pimpinan AS dan pesawat tempur Rusia.

Konflik Suriah dimulai dengan aksi damai protes anti-pemerintah yang berubah menjadi perang saudara yang brutal setelah tindakan keras rezim mengatasi perbedaan pendapat.

sumber: republika.co.id


Warga Beijing terpaksa merayakan natal dalam suasana polusi. foto: net
BEIJING - Suasana natal yang seharusnya menjadi hari bahagia bagi banyak orang di berbagai belahan bumi, namun hal itu sepertinya sulit dirasakan oleh warga Beijing, Ibukota China. Penyebab adalah kabut asap limbah industri.

Ya, di hari Natal kemarin (25/12), Beijing mengalami salah satu bencana polusi terparah tahun ini. Berdasarkan pemantauan Kedutaan Amerika di Beijing, kandungan partikel kasar (PM2,5) di udara Beijing mencapai 620 mikrogram per meter kubik pada tanggal 25 Desember pagi.

Kadar polusi itu baru menurun saing hari saat kandungan PM2,5 di udara menurun sampai 500 mikrogram. Namun tetap saja polusi itu sangat beracun dan berbahaya bagi paru-paru.

Polusi tersebut membuat pagi hari di Beijing terasa seperti menjelang malam, bahkan otoritas penerbangan Beijing akhirnya membatalkan 227 penerbangan akibat kabut asap ini.

Kabut asap parah yang dialami Beijing belakangan ini diduga disebabkan oleh pembakaran batu bara di pusat-pusat pembangkit listrik. Cukup ironis mengingat pembakaran batu bara untuk industri ini menjadi salah satu penggerak ekonomi China.

Akan tetapi, bila tidak segera di tangani, kabut asap beracun tidak hanya membuat publik mengalami Natal 'putih', tetapi berbagai masalah kesehatan pernapasan seperti ISPA hingga kanker paru-paru.

Sumber: Gizmodo


Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.