Tampilkan postingan dengan label Makro. Tampilkan semua postingan

(Fhoto: Istimewa)
JAKARTA KEPRIAKTUAL.COM: PT Bank Negara Indonesia (BNI) Syariah naik kelas menjadi Bank Umum Kategori Usaha (BUKU) III setelah mendapat setoran modal inbreng sebesar Rp255 miliar dari pemegang saham. Pada kuartal I lalu, perusahaan mencetak laba Rp214,01 miliar atau melonjak 58 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.

"Penambahan modal dan kinerja pada akhir kuartal I 2020 membuat BNI Syariah naik kelas menjadi BUKU III atau mempunyai modal inti di atas Rp 5 triliun," kata Direktur Utama BNI Syariah Abdullah Firman Wibowo dalam keterangan resmi, dikutip Kamis (28/5).

Kenaikan laba BNI Syariah per kuartal I 2020 didorong oleh portofolio pembiayaan yang seimbang, peningkatan DPK yang optimal dengan komposisi CASA yang tinggi.

Firman melanjutkan perseroan didukung oleh kuatnya sinergi dengan BNI Group, berfokus pada segmen pembiayaan dengan risiko yang terkendali, melakukan efisiensi biaya operasional, dan berfokus pada Halal Ecosystem.

Dengan pertumbuhan laba yang positif, rasio profitabilitas BNI Syariah pun meningkat ditandai dengan meningkatnya Return on Equity (ROE) secara signifikan dari 12,79 persen pada kuartal I 2019 menjadi 17,95 persen.

Sementara itu, rasio Return on Asset (ROA) juga naik dari 1,66 persen pada kuartal 2019 menjadi 2,24 persen.

Dari sisi bisnis, BNI Syariah pada kuartal I 2020 telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp32,33 triliun, naik 9,80 persen dari posisi yang sama tahun 2019 sebesar Rp29,44 triliun.

Komposisi Pembiayaan terbesar disumbang oleh segmen konsumer sebesar Rp15,71 triliun (48,6 persen); segmen komersial sebesar Rp8,01 triliun (24,78 persen); segmen kecil dan menengah sebesar Rp6,69 triliun (20,68 persen).

Dari sisi liabilitas, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) BNI Syariah pada kuartal I tahun 2020 mencapai Rp44,86 triliun, naik 16,59 persen dibandingkan periode sama pada 2019 sebesar Rp38,48 triliun.

Pertumbuhan tersebut meningkatkan rasio CASA dari 60,04 persen pada kuartal I 2019 menjadi 64,96 persen di kuartal I 2020. Pertumbuhan DPK BNI Syariah tersebut juga lebih tinggi dari pertumbuhan industri sebesar 13,18 persen year on year (data SPS per Februari 2020 BUS-UUS).

Jumlah rekening juga meningkat dari kuartal I 2019 sebesar 3,15 juta menjadi 3,53 juta berkat kerjasama dengan institusi, perguruan tinggi, sekolah maupun pesantren, dan komunitas.

Kinerja BNI Syariah kuartal I 2020 ini tidak lepas dari sinergi BNI Syariah dengan BNI sebagai perusahaan induk, di mana BNI Syariah didukung teknologi yang dimiliki BNI sehingga lebih efisien.

"Selain sinergi dari sisi teknologi, BNI Syariah juga bersinergi dengan BNI terkait jaringan, di mana 1.747 outlet milik BNI dapat melayani transaksi syariah melalui produk-produk BNI Syariah," pungkas Firman.

Sumber: CNN Indonesia


Presiden saat memberikan pengantar pada Rapat Terbatas (Ratas) mengenai Lanjutan Pembahasan Program Mitigasi Dampak Covid-19 terhadap UMKM, Rabu (29/4). (Foto: Humas Setkab).
JAKARTA KEPRIAKTUAL.COM: Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan bahwa pembahasan saat ini sudah semakin mengerucut dan ada 5 (lima) skema besar dalam program perlindungan serta pemulihan ekonomi, utamanya di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Termasuk program khusus bagi usaha ultra mikro dan usaha mikro yang selama ini tidak bersentuhan dan tidak terjangkau oleh lembaga keuangan maupun perbankan,” tutur Presiden saat memberikan pengantar pada Rapat Terbatas (Ratas) mengenai Lanjutan Pembahasan Program Mitigasi Dampak Covid-19 terhadap UMKM, Rabu (29/4).

5 Skema yang menjadi arahan Presiden, adalah sebagai berikut:

Pertama, Skema program untuk pelaku usaha UMKM yang masuk kategori miskin dan kelompok rentan dari dampak Covid-19. “Kita harus memastikan bahwa mereka ini masuk sebagai bagian dari penerima bansos, baik itu PKH, Paket Sembako, bansos tunai, BLT desa, maupun pembebasan/pengurangan tarif listrik dan Kartu Prakerja,” kata Presiden.

Kedua, Skema program insentif perpajakan bagi pelaku UMKM yang omzetnya masih di bawah Rp 4,8 miliar per tahun. “Saya kira di sini pemerintah telah menurunkan tarif PPh final untuk UMKM dari 0,5 menjadi 0 persen selama periode 6 bulan, dimulai dari April sampai September 2020,” ungkap Presiden.

Ketiga, Skema program relaksasi dan restrukturisasi kredit UMKM dengan berbagai skema program, baik itu mengenai penundaan angsuran dan subsidi bunga penerima KUR, Kredit Ultra Mikro atau UMi, PNM Mekaar yang ini jumlahnya 6,4 juta (debitur), dan di Pegadaian juga ada 10,6 juta debitur.

“Penundaan angsuran dan subsidi bunga kepada usaha mikro penerima kredit dari Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB). Kemudian penundaan angsuran dan subsidi bunga kepada para penerima bantuan permodalan dari beberapa kementerian,” tandas Presiden.

Lebih lanjut, Presiden melihat ada lembaga seperti LPMUKP (Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan), BLU Pusat Pembiayaan Pengelola Hutan, dan Calon Petani Calon Lokasi di Kementan. “Saya juga minta agar program penundaan angsuran dan subsidi bunga diperluas untuk usaha mikro penerima bantuan usaha dari pemerintah daerah,” ujarnya.

Keempat, Skema program perluasan pembiayaan bagi UMKM berupa stimulus bantuan modal kerja. “Ini permodalan, bantuan modal kerja darurat ini betul-betul kita rancang betul agar UMKM betul-betul merasakan dan mendapatkan skema bantuan modal darurat ini,” tambah Presiden.

Kepala Negara mengakui bahwa data yang dimiliki ada 41 juta UMKM yang sudah tersambung dengan lembaga pembiayaan maupun perbankan. “Kemudian di luar itu 23 juta UMKM yang belum pernah mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan maupun sistem perbankan,” tandasnya.

Karena itu, Presiden sampaikan ada 23 juta UMKM yang harus mendapatkan program dari perluasan pembiayaan modal kerja.

“Bagi yang bankable penyalurannya akan melalui perluasan program KUR, sekaligus ini akan mendorong inklusi keuangan. Sedangkan bagi yang tidak bankable, penyalurannya bisa lewat UMi, lewat Mekaar, maupun skema program lainnya,” tuturnya.

Kelima, kementerian, lembaga, BUMN, dan pemerintah daerah harus menjadi buffer dalam ekosistem usaha UMKM terutama pada tahap awal recovery konsolidasi usaha.

“Ini penting sekali. Misalnya BUMN, BUMN atau BUMD menjadi off-taker bagi hasil produksi para pelaku UMKM baik di bidang pertanian, perikanan, kuliner, sampai di industri rumah tangga,” jelas Presiden.

Selain itu, Presiden sampaikan juga realokasi anggaran pemerintah daerah juga harus diarahkan pada program-program stimulus ekonomi yang menyentuh sektor UMKM ini. “Ini saya harapkan nanti Mendagri bisa menyampaikan kepada ke daerah mengenai ini. Sehingga kita harapkan UMKM bisa bertahan di tengah pandemi Covid-19 ini,” pungkas Presiden.

Sumber: Setkab RI


Fhoto: Istimewa, Menkeu Saat Memberikan Keterangan Pers.
KEPRIAKTUAL.COM: Beberapa bulan ke depan postur pembiayaan akan mengalami perubahan seiring dengan penerimaan negara yang mengalami tekanan dan belanja negara yang terakselerasi, terutama untuk membantu bidang kesehatan dan sosial serta mendorong sektor perekonomian. Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati (SMI), melalui konferensi video, Jumat (17/4).

“Mungkin saya tidak akan berpanjang, stimulus yang selama ini sudah kami sampaikan kepada seluruh dunia usaha maupun masyarakat, itu semuanya sifatnya gratis,” ujar Menkeu.

Jadi, menurut Menkeu, APBN meng-cover kebutuhan kesehatan, APBN meng-cover bidang sosial, dan APBN meng-cover bidang ekonomi yang semuanya mengalami dampak seperti domino effect kesehatan maupun sosial, sosial maupun ekonomi dan nanti ekonomi juga pasti akan mempengaruhi dari sektor keungan, terutama dari lembaga-lembaga keuangan bank maupun bukan bank.

“Jadi kita mencoba untuk melancarkan stimulus atau kebijakan-kebijakan untuk bisa dampak syok yang sangat besar ini. Baik untuk masyarakat, tentu tidak bisa seluruh syok nya akan di-unplugged oleh APBN. Namun APBN berusaha untuk bisa mendukung ketahanan sosial masyarakat,” imbuh Menkeu.

Juga dari sisi ekonomi, Menkeu sampaikan syok dari Virus Korona (Covid-19) pasti akan mempengaruhi dunia usaha. Ia menambahkan APBN mencoba untuk memberikan dukungan agar syok itu tidak merusak atau dalam hal itu menyebabkan kebangkrutan yang sifatnya masif.

“Dalam hal ini kita berharap dunia usaha masih bisa cukup, dalam menghadapi syok ini dengan dibantu oleh stimulus atau kebijakan-kebijakan fiskal yang ikut membantu mengurangi dampak syok yang sangat besar,” kata Menkeu.

Beberapa stimulus, lanjut Menkeu, dari sisi stimulus satu yang dulu fokusnya hanya dalam rangka untuk meningkatkan kemampuan dari jaminan kesehatan nasional. “Kita juga meningkatkan kartu sembako dan memberikan insentif bagi dunia pariwisata yang mungkin sebentar lagi juga akan dibutuhkan lagi di dalam rangka untuk me-revive atau menghidupkan kembali sektor pariwisata yang memang akan memperluas kepada sebelas kelompok usaha,” jelas Menkeu.

Yang di luar manufaktur, sambung Menkeu, juga untuk mendapatkan fasilitas PPh Pasal 21 yaitu penghasilan sampai dengan maksimal 200 juta ditanggung pemerintah PPh-nya, kemudian pembebasan PPh Pasal 22 impor, pengurangan PPh Pasal 25 30 persen. “Tapi ini 19 sektor, sekarang akan dinaikkan kepada seluruh ekonomi lebih dari 100 kelompok kategori bisnis atau industri dan termasuk dalam hal ini industri pariwisata, perhotelan, kehutanan, makanan, perdagangan hingga sektor jasa lainnya,” jelas Menkeu.

PPn, menurut Menkeu, juga akan dilakukan percepatan dan untuk yang non-fiskal berbagai fasilitas untuk keluar masuknya barang secara lebih mudah. “Stimulus lanjutan akan terus kita lakukan tentu dengan seiring perkembangan kondisi ekonomi, masyarakat, dan sosial kita. Termasuk dari sisi kesehatan kita akan terus melakukan monitoring eksekusi dari berbagai intervensi di bidang kesehatan yang membutuhkan dukungan anggaran,” tambah Menkeu.

Ini, menurut Menkeu, lebih banyak dibutuhkan koordinasi antara Gugus Tugas, Kementerian Kesehatan, dan seluruh Pemerintah Daerah. “Kami akan terus mendukung langkah-langkah yang dilakukan pada penanganan dari mulai pengadaan rapid test, reagen sampai kepada APD, ventilator, dan berbagai hal untuk bisa mendapatkan dukungan APBN secara over,” sambung Menkeu.

Kemudian dari sisi social safety net dengan masyarakat, Menkeu jelaskan yang dalam hal ini mengalami tekanan sosial, termasuk ancaman PHK dan sektor informal yang mengalami tekanan sangat besar dengan adanya social distancing dan Work from hom maka Pemerintah memberikan perluasan safety net yang luar biasa sangat besar, termasuk pemberian insentif bagi pelanggan listrik 400 VA dan 900 VA untuk ditanggung pemerintah 100 persen dan 50 persen.

“Ini lebih dari 31 juta rumah tangga akan mengalami mendapatkan manfaat dari ini. Kartu prakerja dinaikkan dua kali lipat sehingga bisa menampung 5,6 juta pegawai atau pekerja, baik di informal sector maupun formal sector yang bisa mendapatkan dukungan pemerintah,” ujarnya.

Kemudian dukungan industri, Menkeu sebutkan Pemerintah lakukan melalui tadi perluasan insentif pajak mulai dari pasal 21 PPn dan pajak korporasi serta stimulus kepada kredit usaha kecil dan menengah, termasuk KUR dan UMi. “Dan kita masih akan terus melakukan finalisasi dari dukungan sektor usaha yang sekarang sedang dibahas antarkementerian-lembaga maupun dengan BI dan OJK,” katanya.

Dari sisi anggaran APBN, Menkeu menjelaskan bahwa Keppres Nomor 54 Tahun 2020 sudah diterbitkan oleh Presiden yang berisi tentang langkah-langkah untuk melakukan realokasi, refocusing penghematan dan penggunaan sisa anggaran yang direalokasi dan dihemat itu untuk prioritas Covid-19.

“Jadi dalam hal ini belanja barang seperti perjalanan dinas, biaya rapat semuanya dipotong. Belanja modal untuk proyek-proyek dapat ditunda atau dilakukan dari single years menjadi multiyear sehingga belanja modal tahun ini mungkin menurun tanpa menyebabkan proyeknya mengalami penghentian yang kemudian bisa berakibat mangkrak,” imbuhnya.

Kemudian, Menkeu menyampaikan akan melakukan refocusing seperti pengadaan barang-barang yang dibutuhkan di bidang kesehatan hand sanitizer, masker, APD, dan berbagai alat-alat medis lainnya. Memberikan bantuan kepada masyarakat, menambah pendapatan take home pay bagi aparatur, terutama insentif pada tenaga kesehatan.

Dalam hal ini untuk aparatur negara, Menkeu sampaikan akan dilakukan penghentian untuk kenaikan take home pay tanpa seizin dari Kementerian Keuangan, karena kita memang sedang mengendalikan belanja pegawai untuk fokus pada bidang Covid ini. “Dan berbagai belanja-belanja yang kemudian dibutuhkan untuk melakukan belajar dari rumah, belajar online, kemudian work from home semuanya yang akan lebih difokuskan. Sehingga fungsi pemerintah masih bisa jalan, namun biaya untuk mendanai kegiatan pemerintah akan menurun cukup tajam,” jelasnya.

Untuk TKDD (Transfer ke Daerah dan Dana Desa), Menkeu sampaikan juga akan dilakukan refocusing dan realokasi dan Kemenkeu sudah memberikan surat edaran joint dengan Menteri Dalam Negeri, dimana untuk pegawai di daerah yang Tukin nya melebihi dari pusat untuk dilakukan adjustment, anggarannya dipakai untuk daerah mengalami Covid.

“Belanja barang dan jasa di daerah diminta untuk dipotong 50 persen dan kemudian difokuskan lebih kepada penanganan Covid dan belanja modal juga diminta untuk diturunkan 50 persen hanya untuk yang sangat urgent,” tambahnya.

Ini semuanya, menurut Menkeu, di dalam rangka supaya APD benar-benar memfokuskan dalam penanganan Covid, baik itu di bidang kesehatan, membantu masyarakat secara sosial dalam bentuk bansos maupun membantu dunia usaha yang dilakukan secara bersama-sama dan gotong royong.

“Kita harapkan dengan hal ini, maka syok yang terjadi karena Covid-19 bisa diminimalkan dan daya tahan masyarakat maupun dunia usaha bisa ditingkatkan. Sehingga kita bisa melewati masa sulit ini secara baik dan memiliki daya tahan yang lebih tinggi,” pungkas Menkeu akhiri keterangan.

Sumber: Setkab


Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.