Masyarakat Kepala Jeri Adukan Notaris Soehendro Gautama ke Ombudsman, Ini Penjelasan Lagat Siadari

Foto Bersama Warga Pulau Kepala Jeri, Ketua LSM CCI Kepri dengan Ketua Ombudsman Kepri. 

BATAM|KEPRIAKTUAL.COM: Perwakilan masyarakat Pulau Kepala Jeri, Kelurahan Kasu, Kecamatan Belakangpadang, Kota Batam mendatangi kantor Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau, yang berada di lantai I Gedung Graha Pena, Batam Center, Kamis (27/1/2022).

Adapun maksud dan tujuan dari kedatangan masyarakat tersebut adalah untuk melaporkan adanya dugaan penyimpangan terkait dengan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) yang telah dilakukan oleh Notaris Soehendro Gautama.

Saat itu, perwakilan masyarakat Kepala Jeri turut didampingi juga oleh Ketua DPP LSM Combating Corruption Indonesia (LSM-CCI), Agustien Hartoyo Lumbangaol.

Ketua DPP LSM Combating Corruption Indonesia (LSM-CCI), Agustien Hartoyo Lumbangaol mengatakan mewakili masyarakat Pulau Kepala Jeri, pihaknya meminta agar dikembalikan lagi surat-surat berupa surat sertifikat kaveling dan bangunan serta surat alas hak (surat lahan kebun) milik warga yang sudah diserahkan kepada Notaris Soehendro Gautama.

Dia mengatakan, berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) tanggal 2 Juli 2016 (point 7.3) menyebutkan bahwa batas waktu pihak pembeli memenuhi kewajiban dalam tempo waktu 120 hari dari saat jatuh tempo sesuai Pasal 4 huruf a,b dan c.

Selain itu lanjutnya, surat kesepakatan bersama pembayaran lahan kebun tanggal 24 Desember 2017 (point 2), bahwa pihak kedua sepakat membayarkan kepada pihak pertama (masyarakat) yang akan diperhitungkan sebagaimana diatur dalam PPJB tetap berlaku dan mengikat.

"Semua pembuatan salinan PPJB itu dilakukan dhadapan Notaris Soehendro Gautama," ujar Agustien atau biasa dia dipanggil Marbun 86 usai kegiatan.

Lanjutnya, atas dasar itulah pihaknya menilai Notaris Soehendro Gautama diduga telah melanggar UU Nomor 30 tahun 2004 (pasal 15) tentang jabatan Notaris, bahwa notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris.

Akan tetapi lanjutnya, selaku pembeli sebagai pihak kedua tidak pernah dihadapkan kepada pihak pertama selaku penjual (warga Kepala Jeri) dihadapan Notaris Soehendro Gautama.

"Pihak notaris diduga telah melanggar UU Nomor 30 tahun 2004 (pasal 15) tentang jabatan notaris, bahwa notaris berwenang dalam pembuatan akta dan memberikan salinan dan kutipan akta dan membuat copyan dari asli berupa salinan. Namun salinan itu tidak pernah diberikan ke masyarakat sejak tahun 2016 hingga sampai saat ini," jelasnya.

Masih kata dia, menurut UU nomor 30 tahun 2004 disebutkan bahwa setiap akta yang dibacakan oleh notaris dihadapan penghadap dihadiri paling sedikit dua orang saksi. Kemudian, setelah dibacakan akta tersebut lalu ditanda tangani oleh kedua belah pihak (Pasal 44).

"Saat itu yang hadir hanya pihak penjual dalam hal ini warga Kepala Jeri, tanpa kehadiran saksi dan pembeli selaku pihak kedua," imbuhnya.

Kemudian, pihaknya juga menemukan kejanggalan dari PPJB tersebut. Kejanggalannya yakni pihak kedua yang menjadi pembeli bukanlah atas nama perusahaan sebagaimana yang dijanjikan diawal, melainkan atas nama perorangan.

"Warga Kepala Jeri tidak pernah mengenal dan berjumpa dengan pihak pembeli yakni atas nama Remon Desman dan Muhammad Juliyanto," jelasnya.

Masih menurut dia, di dalam salinan kesepakatan pembayaran lahan kebun yang dibuat oleh Notaris Soehendro Gautama tanggal 24 Desember 2017, dan di dalam salinan PPJB yang diaktakan tanggal 2 Juli 2016, tidak bersesuaian dengan objek yang dijual.

"Masyarakat hanya menjual lahan kebun bukan kaveling dan bangunan milik warga," sebutnya.

Lanjutnya, dengan tidak dilaksanakannya kewajiban pembayaran oleh pihak kedua selaku pembeli lahan, maka dengan ini salinan dalam akta PPJB dan salinan dalam surat kesepakatan pembayaran lahan kebun yang dibuat oleh Notaris Soehendro Gautama, dianggap cacat hukum dan selanjutnya dapat diabaikan dan batal demi hukum.

"Dengan batalnya surat perjanjian itu, masyarakat meminta kepada Notaris Suhendro Gautama untuk memulangkan atau mengembalikan kembali surat-surat milik warga yang terlanjur diberikan tersebut," tegasnya.

Di lokasi yang sama, Kepala Perwakilan Ombudsman Kepulauan Riau, Lagat Parroha Patar Siadari menyambut baik atas kedatangan perwakilan masyarakat Pulau Kepala Jeri kekantornya.

Dia mengatakan, sebelum kedatangan masyarakat ke kantornya, pihak LSM DPP CCI telah berkirim surat mengenai permasalahan dugaan penundaan berlarut-larut terkait dugaan pelanggaran perilaku Notaris Soehendro Gautama.

Usai menerima surat tersebut, pihaknya berjanji akan mempelajarinya terlebih dahulu dan kemudian berkomitmen akan menindaklanjuti dan juga akan menuntaskan laporan tersebut.

"Kami akan menuntaskan laporan dari masyarakat Pulau Kepala Jeri," ungkap Lagat dihadapan masyarakat dan Ketua DPP LSM CCI, Marbu 86.

Lebih lanjut Lagat menjelaskan, berdasarkan laporan dari masyarakat yang diterimanya, pihaknya merasa ada kesalahan fatal yang dilakukan oleh notaris pada saat dilakukannya pengikatan akta jual beli. 

"Kesalahannya yakni pada saat pengikatan akta jual beli tersebut, notaris tidak membacakannya seperti dengan yang tersurat. Sehingga warga tidak mengetahui isi dari suratnya," ungkapnya.

Kemudian, warga merasa tidak pernah menjual apa yang disebutkan di dalam akta tersebut. Dan, juga warga merasa tidak pernah menerima salinan dari perjanjian itu.

"Ini tidak bisa dianggap remehtemeh. Kami akan menuntaskannya," janjinya.

Lanjut Lagat, dalam melakukan penyelidikan nantinya pihaknya akan menggandeng Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Batam dan juga akademisi. 

"Hal ini dilakukan untuk memeriksa terkait adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Notaris Suhendro Gautama," jelasnya.

Masih menurut Lagat, berdasarkan hasil pemeriksaan pihaknya sebelumnya, bahwasannya ada beberapa kejanggalan-kejanggalan terkait kasus tersebut. 

Pertama dijelaskannya, bahwa warga Kepala Jeri hingga saat ini tidak pernah menerima akta PPJB dari Notaris Soehendro Gautama.

Selanjutnya, warga tidak mengetahui kalau sertifikat tanah dan bangunan warga juga menjadi objek perjanjian jual beli sesuai PPJB Notaris Soehendro Gautama. 

"Warga mengakui hanya menjual tanah kebun tidak dengan sertifikat tanah dan bangunannya," imbuhnya.

Kemudian, PPJB memang dibacakan tetapi yang dibacakan tidak sesuai dengan yang dijelaskan di dalam PPJB Notaris Soehendro Gautama.

Selanjutnya, warga mengetahui yang membeli tanah perkebunannya adalah perusahaan dan bukan perorangan.

Menurut warga, belum diserahkannya PPJB kepada warga Kepala Jeri oleh Notaris Soehendro Gautama merupakan suatu pelanggaran, karena warga tidak mengetahui hak dan kewajibannya.

Lalu, warga memperoleh salinan surat pengantar rekomendasi atas hasil pemeriksaan Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Batam, tetapi tidak mengetahui apa hasil rekomendasinya.

"Karena salinan rekomendasinya tidak ada diterima oleh warga," jelasnya berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan pihaknya.

Sementara lanjutnya, Majelis Pengawas Daerah Kota Batam telah mengeluarkan hasil rekomendasi yang telah dilakukan pihaknya. 

Adapun hasil rekomendasinya yakni, menyatakan tidak ditemukan pelanggaran yang diduga dilakukan oleh terlapor dalam hal ini Notaris Soehendro Gautama.

Kemudian, apabila terdapat pihak yang belum mendapatkan salinan atas Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli dimaksud, maka Notaris berkewajiban untuk memberikan salinannya.

Maka dari itu, pihaknya menemukan ada ketidaksinkronisasi antara data yang Ombudsnan temukan dengan rekomendasi yang dikeluarkan oleh Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Batam.

"Kami mohon doanya, agar kami bisa membongkar kejanggalan-kejanggalan yang dilakukan oleh notaris terkenal di Batam ini sampai tuntas," pungkasnya.


Red/Faisal

Tags


Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator sebagaimana diatur dalam UU ITE. #MariBijakBerkomentar.



Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.