Jubir Gugus Tugas Kepri Bantah Isu Bisnis Rapid Test

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kepri, Tjetjep Yudiana.
TANJUNGPINANG KEPRIAKTUAL.COM: Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Provinsi Kepulauan Riau membantah isu bisnis dibalik kebijakan pemeriksaan cepat melalui rapid test.

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Kepri, Tjetjep Yudiana, di Tanjungpinang, Rabu (8/6), menegaskan, biaya rapid test yang ditetapkan di Rumah Sakit Raja Ahmad Thabib (RSUP Kepri) sekitar Rp400.000 bukan untuk kepentingan bisnis, melainkan sesuai dengan prosedur.

Harga satu paket alat rapid test antibodi yang dipergunakan sekitar Rp200.000, namun perlu ditambah biaya lainnya seperti alat pelindung diri yang dipergunakan tenaga kesehatan saat memeriksa orang membutuhkan orang surat bebas COVID-19 untuk ke luar kota.

Alat rapid test itu diimpor dari negara lain, namun Tjetjep tidak menyebutkan asal negara yang memproduksi alat tersebut. Sementara harga rapid test Rp70.000 merupakan produk nasional, yang belum beredar luas.

Pemprov Kepri sendiri sudah memesan alat rapid test produk nasional, namun belum ada kepastian didistrubusikan ke Kepri.

"Biaya pemeriksaan rapid test antibodi tidak dapat dihitung hanya berdasarkan harga pembelian rapid test, melainkan juga dibebani dengan biaya pengadaan alat pelindung diri," katanya.

Tjetjep mengemukakan biaya rapid test hanya dikenakan kepada orang-orang yang memiliki kepentingan pribadi untuk ke luar daerah. Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah tidak mungkin dapat menanggung biaya rapid test untuk masyarakat yang memiliki kepentingan pribadi ke luar daerah karena anggaran yang dibutuhkan terlalu besar.

Namun rapid test antibodi terhadap orang-orang yang ke luar daerah dalam urusan kedinasan untuk kepentingan pemerintah dan negara maupun sekolah tidak dikenakan biaya.

Sebagai contoh, santri yang ke luar dengan tujuan ke pondok pesantren, tidak dikenakan biaya. Tujuan pemerintah yakni menekan biaya pengeluaran orang tua  sehingga pendidikan berjalan lancar.

"Kami berharap ini dipahami oleh masyarakat," ujarnya.

Selain persoalan itu, penggunaan rapid test juga dilematis, terutama terhadap orang-orang yang memiliki gejala yang sama dengan penderita COVID-19, namun setelah diperiksa swab dengan metode PCR hasilnya negatif. Penggunaan rapid test ini sesuai prosedur, namun dalam pelaksanaannya tenaga kesehatan dan tim medis kerap disalahkan akibat hasil rapid test berbeda dengan hasil pemeriksaan PCR.

Padahal petugas kesehatan dan tim medis berupaya meminimalisir risiko penularan COVID-19.

"Dalam berbagai kasus, hasil pemeriksaan rapid test dan PCR juga selalu sama. Seandainya ini terjadi, dan penderita COVID-19 itu berkeliaran akibat tidak percaya dengan hasil rapid test, siapa yang disalahkan? Kami, pihak rumah sakit dan tenaga kesehatan yang disalahkan," tuturnya.

Sumber: Diskominfo Kepri.


Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator sebagaimana diatur dalam UU ITE. #MariBijakBerkomentar.



[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.