Ex-Officio, Sebuah Mimpi yang Telah Hancur

Foto Saat Penolakan Ex-officio BP Batam.

BARU saja warga Batam disuguhkan informasi basa basi dan pemanis bibir dari seorang Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, terkait dua tahun pulau ini telah 'dijerat' status ex officio. Di saat warga menanti transparansi pengelolaan investasi, sang penguasa ex officio malah menyuguhkan informasi basa basi, membuat mimpi yang sebelumnya indah, kini telah hancur.

Di hadapan ratusan tokoh masyarakat dan pengusaha Kota Batam, sehubungan dengan Ulang Tahun BP Batam yang biasa dirayakan pada 26 Oktober, juga dirayakan dua tahun pelantikan Wali Kota Batam, Muhammad Rudi, sebagai Ex Officio Kepala BP Batam, yang dilantik pada 27 September 2019. Dua tahun berkuasa, dua tahun pula warga Batam menyongsong harapan kosong.

Kenapa tidak, gerakan di masa transisi ex officio, yang mengatas-namakan warga Batam untuk terbebas dari sewa lahan yang menjerat serta terhindari dari penguasaan lahan oleh para kapitalis, hanya isapan jempol. Fakta yang terjadi, adalah rakyat dan pengusaha kecil yang tergusur, dan pengalihan lahan ke tangan pemilik modal yang berani membayar komisi (baca: fee) yang besar.

Lalu, drama yang disuguhkan di hadapan warga, adalah seremoni tak bermakna, dengan 'anounce' seolah Ex Officio BP Batam telah membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Padahal, perubahan yang dibangga-banggakan itu 'hanyalah' pembangunan infrastruktur yang telah dijual sejak 3 tahun lalu, serta perizinan online yang telah diluncurkan tahun sebelumnya, namun gagal menjaring investor asing dan dalam negeri.

Mestinya, kelas BP Batam adalah menjual ruang investasi kepada investor dalam (Penanaman Modal Dalam Negeri-PMDN) dan luar (Penanaman Modal Asing-PMA). Tetapi yang terjadi malah 'capital flight,' dengan mundurnya sejumlah investor ke tempat lain di dalam maupun ke luar negeri. Kepala BP Batam tidak pernah terlihat mengintensifkan komunikasi marketing ke para pemodal asing di luar negeri. Kecuali penandatanganan nota kesepahaman, yang hanya berisi akting yang mubazir dan citra yang basi.

Dalam uraian media publikasi BP Batam, disebut 27 September 2019 menjadi sebuah sejarah baru dalam tata kelola dan organisasi BP Batam. Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Muhammad Rudi, didampingi Purwiyanto bersama 4 anggota bidang, dilantik Ketua Dewan Kawasan (DK) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam. Sektor infrastruktur pun dipilih untuk menjadi salah satu fokus utama BP Batam di bawah kepemimpinan Muhammad Rudi selama dua tahun terakhir, untuk meningkatkan konektivitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi di Batam.

Bukankah di awal berdirinya BP Batam, yang dulu dikenal dengan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam (OPDIPB) sesuai Keppres 41/1973, Pulau Batam bersama 14 pulau di sekitarnya dikembangkan menjadi daerah industri dan alih kapal? Industri yang dimaksud mencakup industri manufaktur mencakup perdagangan, industri pariwisata, serta pengembangan galangan kapal bertaraf internsional. Untuk itulah didahulukan pengembangan infrastruktur berupa sarana pelabuhan, jalan, pembangkit listrik, telekomunikasi, serta instalasi air bersih. 

Infrastruktur bukanlah tujuan pengembangan Batam, tetapi merupakan modal dasar menyambut masuknya investasi di bidang industri dan alih kapal. Sehingga sangat menyedihkan jika seorang Ex Officio Kepala BP Batam membangga-banggakan infrastruktur yang telah terbangun sebelum dirinya menerima limpahan kekuasaan ex officio. Begitu pula akses perizinan yang dikenal dengan National Logistic Ecosystem (NLE) dengan breakdown-nya Auto Gate System di Pelabuhan Batu Ampar dan TPS Online milik Bea Cukai serta Batam Logistic Ecosystem (BLE).

Fasilitas yang merupakan infrastruktur atau modal publik, seperti jalan, jembatan, fly over, pelabuhan, hingga sistim perizinan online, bukanlah sesuatu yang mesti dibangga-banggakan sebagai sebuah prestasi. Ibarat seorang supir taksi yang membangga-banggakan mobil barunya, tetapi tidak ada penumpang yang diangkut untuk memperoleh uang jasa dari profesinya sebagai supir taksi. Hello, Kepala BP Batam yang mabok dengan infrastruktur, namun tidak paham dengan tujuan infrastruktur, mau dibawa ke mana Batam ini?

Begitu pula dengan Perppu nomor 1 tahun 2007 yang kemudian disahkan menjadi undang-undang. Pada pasal 3 disebut: Di dalam Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas sebagaimana dimaksud dalam (pasal 2) dilakukan kegiatan kegiatan di bidang ekonomi, seperti sektor perdagangan, maritim, industri, perhubungan, perbankan, pariwisata, dan bidang bidang lain yang ditetapkan Perppu tentang pembentukan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas. Sehingga fokus seorang Kepala BP Batam adalah pengembangan industri dan turunannya, bukan membangga-banggakan jalan lebar yang telah di-set up pada era sebelumnya.

Sangat disayangkan, dalam perjalanan dua tahun ex officio, yang muncul justru pembangunan Instalasi Pengelolaan Air dan Limbah (IPAL) yang sarat dengan masalah. Begitu pun Sistim Penyediaan Air Minum (SPAM) yang kian hari kian buruk dari sisi ketersediaan aliran air dan kualitas air yang disalurkan ke pelanggan se-Pulau Batam. Belum lagi pelelangan yang penuh intrik dan modus yang tentu akan menguntungkan pihak-pihak tertentu dengan mengorbankan warga Batam sebagai pelanggan.

Pengembangan dan pembangunan infrastruktur vital lainnya yang disebut menjadi perhatian Ex Officio Kepala BP Batam adalah Bandara Internasional Hang Nadim Batam, Pelabuhan Batu Ampar, Rumah Sakit BP Batam, hingga pengelolaan waduk yang berkelanjutan, seperti pembangunan panel surya sebagai energi listrik alternatif di Batam. Semua itu merupakan modal dasar yang mestinya ditujukan untuk menggairahkan investasi, atau setidaknya meningkatkan kesejahteraan warga Batam dan sekitarnya.

Dikagumi pula adanya digitalisasi regulasi, yang merupakan tuntutan PP nomor 41 tahun 2021. Ada 67 jenis perizinan dari 8 sektor usaha yang berada diserahkan ke BP Batam, sebagai modal dasar untuk menggaet investasi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Batam, Kepri, maupun di tingkat nasional. Bukannya utuk dibangga-banggakan seperti sebuah hasil dari sistim dan infrastruktur yang tersedia.

Sebuah pertanyaan yang mesti dijawab oleh Ex Officio Kepala BP Batam, adalah: Hadirnya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang telah disahkan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, melalui PP nomor 67 tahun 2021 tentang KEK Batam Aero Technic (BAT) dan PP nomor 68 tahun 2021 tentang KEK Nongsa. Apa yang sudah dihasilkan dari kedua KEK tersebut? Sebab tanpa KEK, Hang Nadim telah dilirik oleh operator penerbangan sebagai maintenance pesawat terbang. Prestasi apa yang telah diraih, dan bagaimana prospeknya, itu yang mesti dijelaskan oleh Kepala BP Batam kepada publik.

Sebab data-data pencapaian investasi dan kegiatan ekspor tidak menunjukkan angka positif. Dikutip dari Harian Media Indonesia, 24 Mei 2021 sebagai berikut: ''Berdasarkan data yang dihimpun dari Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI, nilai investasi PMA di Batam mengalami kenaikan 122,8% pada triwulan I secara year on year (yoy). Yaitu US$76 juta pada 2020 dan US$171 juta pada 2021,'' ujar Muhammad Rudi Jumat (21/5/2021).

Angka tersebut, sebuah fakta yang mengada-ada, sebab pada 2015 saja, dikutip dari Badan Pusat Statistik Kota Batam, BP Batam mampu menarik investasi PMA sebanyak USD474,1 juta atau (Rp6,732 trilyun). Fakta itu menunjukkan bahwa BP Batam terjun bebas dalam soal investasi setelah berada di tangan ex officio, yakni terjun bebas hingga hanya 16% (yoy) pada 2020 dibanding 2015, dan hanya 36% (yoy) pada 2021 dibanding investasi pada 2015. Sebuah angka yang sangat memprihatinkan, namun tidak disadari, malah dibanggakan. Memalukan!

Jika disimak penyampaian pimpinan BP Batam pada sejumlah media, dengan beraninya juru bicara BP Batam menyebut terjadi peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi signifikan. Itu artinya, data, angka dan prestasi yang dinaraskan merupakan persekutuan antara kebohongan dan pembenaran yang di-stempel dengan keterbukaan informasi. Salah satu bukti, lihatlah data yang disampaikan Bank Indonesia Agustus 2021, sebagai berikut: Tingkat kesejahteraan masyarakat masih mengalami tekanan yang diindikasikan dari peningkatan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dan jumlah Angkatan Kerja. Jumlah Angkatan Kerja yang Bekerja pada Februari 2021 berjumlah 1.037.133 orang, mengalami penurunan sebesar 2,34% dibandingkan dengan periode Februari 2020 yang mencapai 1.062.004 orang. Selanjutnya, TPT pada periode Februari 2021 yang meningkat menjadi 10,12% dari Februari 2020 sebesar 5,98%. 

Uraian tersebut di atas menjadi indikator bagi warga Batam, bahwa, kebijakan pemerintah tentang ex officio merupakan mimpi buruk yang semula disangka indah oleh segenap stakeholder di Batam. Maka, benarlah statement seorang pengusaha yang sempat viral namun hilang secara mendadak karena diduga kuat diprotes oleh penguasa, dengan judul: 'Ex Officio BP Batam Dinilai Sebagai Produk Gagal Pemerintah,' yang sempat dirilis pada 6 Mei 2021 lalu.

Dalam berita tersebut, Ketua Kamar Dagang dan Industri Provinsi Kepulauan Riau, Ma'ruf Maulana menyatakan bahwa jabatan Ex Officio Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam yang dijabat Wali Kota Batam sebagai produk gagal pemerintah. Salah satu bukti nyata, adalah nihilnya penambahan investasi di Pulau Batam selama kepemimpinan Ex Officio yang dijabat oleh Wali Kota Batam.

''Sejak awal saya sebagai Ketua KADIN Provinsi Kepulauan Riau dengan keras menolak pengangkatan Wali Kota Batam sebagai ex Officio Kepala BP Batam. Sebab kepala daerah, adalah jabatan politis sehingga jelas, tidak kompeten memimpin BP Batam,'' kata Ma'ruf Maulana, kepada wartawan. Pengangkatan Ex Officio Kepala BP Batam, menurut Ma'ruf, terlihat dipaksakan dan sarat dengan kepentingan politik. Kepemimpinan di lembaga profesional itu, katanya, membuat BP Batam tidak produktif, serta gagal mendorong peningkatan industri. 

Sebuah pengakuan jujur dari seorang pengusaha. Namun sangat disayangkan, karena dunia usaha di Batam, kini telah didominasi kepentingan politik praktis, sehingga kebenaran sering dikubur dalam-dalam. Untuk itulah penulis berharap, Presiden RI Joko Widodo masih mau mendengar jeritan warga dan para pengusaha yang meminta: ''Segera akhiri Ex Officio, sebab keputusan itu membuat mimpi warga Batam, yang sebelumnya indah, kini telah hancur.''

Penulis: KOMUNITAS BATAM MAJU..
Tags ,


Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator sebagaimana diatur dalam UU ITE. #MariBijakBerkomentar.



Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.