Membangkit Batam Dari Kubur Masalah “Kapan Kita Berhenti Ngurusi Pandemi Covid19?”

Tain Komari

Pemko Batam telah membentuk Ratusan Pemantauan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) hampir disetiap RW di Kota Batam. Belakangan, kota ini menjadi zona merah penyebaran virus covid19. Katanya ada virus varian baru, corona B117 asal Inggris. Di saat daerah lain, masyarakatnya sudah mulai beraktivitas dengan normal. Di saat daerah lain sudah zona hijau.

Entahlah. Bahkan beberapa pejabat Pemerintah Kota Batam justru dinyatakan terinfeksi virus tersebut. Bahkan Wakil Walikota Batam, Amsakar Ahmad juga pernah terinfeksi dan dirawat di rumah sakit. Padahal mereka semua sudah divaksin dua kali. Beberapa pejabat, staf khusus dan sekitar lingkungan Gubernur Kepri juga sempat terinfeksi. Juga sudah divaksin. Lalu pertanyaannya, buat apa divaksin kalau masih bisa terinveksi virus tersebut? Jangan salahkan kemudian muncul asumsi-sumsi negatif terhadapnya, termasuk pertanyaan adakah agenda tersembunyi di balik gencarnya vaksinasi? 

Informasi di public selalu simpang siur. Tidak jelas. Tidak ada yang memberikan penjelasan secara gamblang baik oleh pemerintah maupun tim gugus tugas penanganan covid. Masing-masing menggunakan akal dan logika sendiri untuk mengartikan semua fenomena yang terjadi. Masing-masing membuat kesimpulan sesuai dengan kapasitas diri. Tetapi pemerintah tetap terus mengatur masyarakat – bukan dengan aturan baku namun hanya dengan himbauan dan surat edaran.

Pandemi covid19 memang menghancurkan semua lini kehidupan. Bukan hanya soal ekonomi yang hancur lebur, tapi hukum tata negarapun ditabraknya. Konstitusi negara ini tidak memberikan kewenangan kepada eksekutif seperti gubernur, walikota dan bupati untuk membuat sanksi atau hukuman bagi rakyat atas pelanggaran terhadap aturan yang dibuat eksekutif seperti peraturan gubernur, bupati atau walikota. Kecuali aturan tersebut memang rakyat sendiri yang menghendaki dan menyetujui melalui wakilnya di legislative. Wujudnya peraturan daerah (legislative rules) sebagai implementasi prinsip kedaulatan rakyat.

Pananganan pandemi covid19 ini terlalu panjang, berlarut-larut. Pertanyaannya, sampai kapan kita bisa berhenti ngurusi pandemic covid19 ini? Faktanya kita sudah ‘lelah’ bertempur dengan covid19 tersebut setiap hari. Jika pola penanganan masih seperti sekarang, tidak sistematis dan tidak punya target terukur – sampai kapanpun kita tidak akan pernah berakhir mengurusi corona ini? Mungkin kita hanya bisa berharap dan menunggu virus corona menghilang dengan sendirinya sebagaimana kasus virus SARS atau Flu Burung. Sampai kita terbiasa hidup dalam tatanan baru, atau kembali seperti semula, hingga terciptanya kekebalan komunal. 

Setiap hari kita dibayangi ketakutan bahaya virus corona. Tapi sesungguhnya, bahaya bencana kelaparan jauh lebih menakutkan. Berapa banyak orang sudah kehilangan pekerjaan dan penghasilan. Bahkan setiap kali mereka mencoba berusahapun dilarang dan dibatasi oleh pemerintah. Tidak boleh begini, tidak boleh begitu. Mereka butuh penghasilan. Mereka butuh makan. Apakah pemerintah menanggungnya? Meskipun itu adalah kewajiban dan tanggung jawabnya.

Jangan-jangan kalian yang sedang memimpin ini tidak paham apa fungsi pemerintahan. Setiap membuat aturan pasti ada konsekuensinya. Apapun istilah yang kalian pakai; lockdown, karantina wilayah atau PSBB, atau PPKM – tetap saja dalam kondisi terjangkitnya wabah penyakit seperti menular seperti Covid19 ini, pemerintah wajib memenuhi hak rakyat. Saya kasih tahu kalian semua. Ini juga saya mengutip tulisan Son Jombang yang memang benar. Pembatasan kegiatan di tempat umum atau fasilitas umum dilakukan dengan memperhatikan pemenuhan kebutuhan dasar penduduk (sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) PP 21/2020).

Yang dimaksud dengan ‘kebutuhan dasar penduduk’ antara lain, kebutuhan pelayanan kesehatan, kebutuhan pangan, dan kebutuhan hidup sehari-hari lainnya (sesuai dengan penjelasan Pasal 4 ayat (3) PP 21/2020). 

Supaya lebih jelas lagi, kita rujuk pada ketentuan Pasal 7, Pasal 8, Pasal 39, Pasal 52, Pasal 55, dan Pasal 79 UU Kekarantinaan Kesehatan tahun 2018, serta Pasal 8 jo. Pasal 5 Undang-undang No.4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular (UU tentang wabah penyakit menular tahun 1984). Dinyatakan dengan sangat jelas hal-hal apa saja yang menjadi hak warga yang wajib dipenuhi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, beserta instansi-instansi terkait saat terjadinya wabah penyakit menular, situasi kedaruratan kesehatan masyarakat, dan berada dalam situasi karantina wilayah maupun karantina rumah, maupun dalam status Pembatasan Social Berskala Besar. 

Kalian harus penuhi hak rakyat sebagai berikut :
1. Hak mendapatkan pelayanan kesehatamn dasar sesuai kebutuhan medis;
2. Hak mendapatkan kebutuhan pangan, dan kebutuhan kehidupan sehari-hari lainnya;
3. Hak memperoleh perlakuan yang sama dalam penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan; 
4. Hak mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidup dasar orang dan makanan hewan ternak oleh pemerintah, yang mana pelaksanaannya melibatkan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan pihak terkait;
5. Bagi setiap orang yang datang dari negara dan/atau wilayah Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, ia berhak mendapatkan pelayanan dari Pejabat Kekarantina Kesehatan yang meliputi :
(1) Penapisan;
(2) Kartu Kewaspadaan Kesehatan;
(3) Informasi tentang tata cara pencegahan dan pengobatan wabah;
(4) Pengambilan specimen/sampel;
(5) Rujukan; dan
(6) Isolasi. 
6. Hak mendapatkan ganti rugi akibat mengalami kerugian harta benda yang disebabkan oleh upaya penanggulangan wabah;
7. Hak mendapatkan informasi Kekarantinaan Kesehatan sebagai upaya pencegahan dan pemberantasan masuk dan/atau keluarnya kejadian dan/atau factor resiko yang dapat menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat.

Merujuk pada 7 (tujuh) hak-hak dasar masyarakat saat situasi wabah, status kedaruratan kesehatan masyarakat, karantina rumah, maupun karantina wlayah, maka Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah harus sudah siap memperhitungkan alokasi anggaran untuk memenuhi hak-hak dasar warga tersebut.

Jadi tidak bisa negara melalui pemerintahannya hanya bisa memaksa rakyat melakukan sesuatu walaupun dengan dalih untuk kepentingan dan kebutuhan bersama tapi mengabaikan kebutuhan dasar mereka. Jangan kalian hina rakyat tidak patuh pada pemerintah bila kalian tidak pedulikan solusi untuk kebutuhan dasarnya. Jangan kalian tangkapi mereka bila keluar rumah, jangan kalian bentak-bentak dan caci maki dengan dalih demi menjaga kesehatan tapi kalian abaikan urusan perutnya. Warga negara sendiri kalian caci maki mencari sesuap nasi saat keluar rumah – sementara kalian tidak menanggung pemenuhan kebutuhan kehidupan mereka, kalian tidak menjalankan kewajiban yang diamanatkan UU.

Jangan pula ada yang sok bicara ambil hikmah dari musibah corona. Hikmah apa yang bisa kalian simpulkan dari kejadian ini semua? Tahu tak kalian cara mengambil hikmahnya? Sama tak hikmah yang kalian ambil dalam keadaan perut kenyang dengan perut rakyat yang keroncongan, mulutnya kering dan otaknya sedang kacau?

Bagi kami hikmahnya saat ini adalah, BENCANA COVID19 ini menunjukkan kalau negara ini tak sanggup melindungi rakyatnya. Presiden, Gubernur, Bupati dan Walikota hanya sanggup berjanji dalam kata, tapi dusta dalam realita. Para pejabatnya hanya ingin jadi orang kaya tapi tak mampu mensejahterakan rakyat jelata. Dan para pengusaha hanya sibuk menumpuk harta tanpa peduli arti kata sengsara.

Maka wahai para pemimpin negara, lakukan kewajiban kalian, dan kami akan lakukan kewajiban sebagai rakyat. Ketahuilah, di negeri ini… bencana kelaparan jauh lebih nyata dibandingkan bencana corona. Saat kami kalian batasi beraktivitas di luar rumah, apakah kalian bekerja secara sistematis dan terukur untuk menyelesaikan semua kondisi ini?    

          
*
BATAMMAUJADIAPA?
SALAMBUTIRANPASIR

Oleh Cak Ta’in Komari
(Mantan Jurnalis dan Mantan Dosen UNRIKA Batam)

Tags ,


Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator sebagaimana diatur dalam UU ITE. #MariBijakBerkomentar.



Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.