Terkait Suap Rp. 500 juta Kepada Pejabat Menkeu, Kodat86 Desak KPK Proses Aunur Rofiq

Ta'in Komari

BATAM KEPRIAKTUAL.COM: LSM Kelompok Diskusi Anti 86 mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memproses dugaan suap yang dilakukan Bupati Karimun Aunur Rofiq kepada pejabat Kementerian Keuanagan RI, Yahya Purnomo senilai Rp. 500 juta. Suap tersebut diberikan sebagai kompensasi atas disetujui dan dicairkannya Dana Insentif Daerah (DID) sebesar Rp. 41,25 Milyar untuk Kabupaten Karimun yang dimasukkan dalam APBD Perubahan Tahun 2018.  

Yahya Purnomo adalah mantan Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman Kementerian Keuangan. Kasus suap tersebut selain melibatkan kepala daerah juga melibatkan beberapa anggota legislative DPR RI. Umumnya Kepala Daerah yang terseret kasus suap Yahya Purnomo terkait dengan lobi-lobi Dana Alokasi umum (DAK) dan DID dari Kemenkeu. 

Sepanjang Tahun 2018 dan 2019, Aunur Rofiq diketahui beberapa kali diperiksa KPK sebagai saksi untuk Tersangka Yahya Purnomo. Rofiq dikaitkan dengan sedikitnya 9 kepala daerah lainnya yang diduga melakukan suap terhadap Yahya Purnomo untuk kompensasi pencairan DID dari APBN Perubahan tahun 2018.

Kasua yang menyeret nama Rofiq itupun sudah mengendap sejak 2019 lalu, namun sejumlah kepala daerah telah diperiksa kembali oleh KPK sepanjang tahun 2020. Sebagian besar sudah ditetapkan sebagai tersangka. Pada tahun 2020 KPK sudah menahan 4 kepala daerah, yakni Bupati Sidoarjo Saifullah, Bupati Kutai Timur Ismunandar, Walikota Tasikmalaya Budi budiman, dan Labuanbatu Utara Khairuddin Syah pada 10 November 2020. 

Kepala Daerah yang terlibat suap terhadap Yahya Purnomo antara lain Bupati Lampung Tengah Mustofa dengan suap sebesar 3,175 milyar untuk pengurusan DAK senilai Rp, 300 milyar dan DID senilai Rp. 8,5 milyar. Bupati Halmahera Timur memberikan fee 7 persen dari DAK Rp. 30 milyar dan DID Rp. 50 milyar. Bupati Kampas Aziz Zenal memberikan Rp. 125 juta untuk pengurusan DAK menggunakan usulan anggota Komisi XI dari PPP Romahurmuzy.

Walikota Dumai Zulkifli AS memberikan Rp. 450 juta dan 53 ribu dolar Singapura untuk mendapatkan DAK Rp. 96 milyar tahun 2017 dan Rp. 20 milyar tahun 2018. Bupati Labuhanbatu Utara (Labura) melalui Kadispenda memberikan 200 ribu dolar Singapura untuk DAK Rp. 75,2 milyar. Walikota Balikpapan HM. Rizal Effendy memberikan Rp. 1,3 milyar untuk DID Rp. 26 milyar. Walikota Tasikmalaya Budi Budiman memberikan Rp. 700 juta untuk DAK Kesehatan Rp. 29,989 milyar dan DAKPrioritas Daerah Rp. 19,924 milyar dan DAK PUPR Rp. 47,79 milyar. Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti memberikan Rp. 600 juta dan 55 ribu dolar Amerika untuk DID Rp. 51 milyar. Dan Bupati Karimun Aunur Rofiq memberikan Rp. 500 juta untuk memperoleh DID Rp. 41,25 milyar. 

Kodat86 berharap KPK tidak berhenti untuk menuntaskan kasus suap sejumlah kepala daerah kepada Yahya Purnomo, termasuk terhadap Aunur Rofiq. “Seharusnya Rofiq yang secara gamblang disebutkan sebagai salah satu penyuap Yahya Purnomo sudah bisa dijadikan tersangka bahkan dapat langsung ditahan sebagaimana bupati Tasikmalaya. Putusan Pengadilan tipikor itu mengikat kepada semua yang disebutkan di dalamnya terlibat. Tinggal bagaimana keseriusan KPK dalam hal ini tidak menimbulkan penilaian adanya tebang pilih. Semua yang terlibat harus segera disikat dan ditangkap,“ kata Ketua Kodat86, Cak Ta’in Komari, SS. 

Menurut Cak Ta’in, keputusan hukum terhadap Yahya Purnomo itu bersifat otomatis mengikat kepada semua kepala daerah yang terbukti memberikan suap dalam lobi DID dan DAK, tidak terkecuali terhadap Aunur Rofiq. Kapala daerah yang menyuap itu terkait pelanggaran terhadap Pasal 5 ayat (1) atau Pasal 13 UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.  

“Keputusan bersalah Pengadilan Tipikor terhadap Yahya Purnomo itu bersifat ‘mutatis mutandis’. Secara otomatis mengikat semua orang yang dinyatatakan terlibat penyuapan. Ini tidak sulit hanya mau atau tidak? “ ujarnya.

Berdasarkan putusan pengadilan terhadap Yaya Purnomo, pejabat Kementerian Keuangannya, yang sudah divonis pengadilan Topikor Jakarta pusat tahun 2019 lalu. Secara otomatis ‘mutatis mutandis’ putusan hukum vonis bersalah terhadap Yahya Purnama atas kasus gratifikasi dan suap yang diberikan oleh beberapa kepala daerah dalam rangka pengurusan DAK dan DID sejumlah daerah. 

"Dalam putusan itu berdasarkan keterangan para saksi, jelas disebutkan Aunur Rofiq memerintahkan anak buahnya memberikan uang 500 juta untuk memuluskan Dana Insentif Daerah untuk kabupaten Karimun tahun 2018 senilai Rp. 41,25 milyar." jelas Cak Ta'in.

Lebih lanjut Cak Ta'in menjelaskan, beberapa kepala daerah yang terlibat suap terhadap Yaya Purnomo sudah ditetapkan KPK sebagai tersangka. Prosesnya berjalan terus meski pun ada pandemj covid19.

"Jadi masalah Aunur Rofiq juga tinggal menunggu waktu saja, untuk menyusul kepala daerah yang sekarang sudah tersangka. Tapi kalau tidak ada yang teriak kasus tersebut bisa menguap, dan mengesankan KPK telah melakukan tebang pilih. Kenapa kepala daerah lain diproses dan ditahan, sementara Aunur Rofiq sepertinya bakal aman-aman saja. Ini kan tidak mencerminkan keadilan," papar Cak Ta’in.

Untuk itu, Mantan Jurnalis dan Dosen Unrika Batam itu, mendesak KPK agar memproses Aunur Rofiq secepatnya. Dia juga menilai sumber dana untuk melakukan penyiapan juga bersasal dari APBD dengan cara memanipulasi sejumlah anggaran.

"Maka masyarakat Karimun jangan dirugikan atas status Rofiq tersebut yang akan terus berpikir bagaimana bisa aman, terus kapan mikir kepentingan masyarakat? Lagian sumber dana untuk menyuap itu juga tidak mungkin menggunakan duit pribadi, hampir bisa dipastikan ngakal-ngakali anggaran yang ada pada APBD Karimun," tegas Cak Ta'in.

Provinsi kepri, tambah Cak Ta'in, selama ini selalu menempati posisi 5 besar daerah terkorup berdasarkan rilis KPK. Akhir bulan Februari 2021 lalu, KPK juga sempat obok-obok Kepri dengan focus di Bintan, Batam dan Karimun terkait kuota rokok dan miras di kawasan FTZ. Tapi hingga saat ini belum ada perkembangan informasi kasus tersebut sudah sampai mana. KPK sendiri berada di Kepri sekitar 14 hari.

"Artinya ini juga tantangan buat KPK untuk membuktikan bahwa di Kepri memang banyak kepala daerah yang korupsi, dan itu harus dibersihkan," tambahnya.

Redaksi/*
Tags


Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator sebagaimana diatur dalam UU ITE. #MariBijakBerkomentar.



Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.