Kontroversi Ijazah Walikota Batam, Ketua LSM Kodat86: Harus Diuji Secara Hukum

Ketua LSM Kelompok Diskusi Anti 86 Ta'in Komari, SS.

BATAM KEPRIAKTUAL.COM: Polemik soal keabsahan ijazah dan gelar sarjana yang menempel pada nama Walikota Batam, H. Muhammad Rudi perlu diuji secara hukum. Selama ini public Batam tahunya Walilkota Batam memiliki gelar SE dan MM yang selalu melekat di manapun. Publik yang menduga ijazah tersebut palsu yang didapatkan dari Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Adhi Niaga Bekasi. Perguruan Tinggi yang dimaksud ternyata ditutup Dikti pada tahun 2014 karena tidak diketahui telah melakukan jual beli ijazah. Dikti juga memvonis semua ijazah yang dikeluarkan STIE Adhi Niaga dinyatakan palsu.

H. Muhammad Rudi saat pendaftaran calon Walikota Batam tahun 2016 tidak diketahui menggunakan ijazah S1 dari STIE Adhi Niaga lulusan tahun 2005 dan S2 dari STIE Bisnis Indonesia lulusan tahun 2007. Menyelesaikan S2 dalam waktu dua tahun kurang itu sesuatu yang luar biasa, tergolong orang cerdaslah. Belakangan banyak postingan berita tentang status STIE Adhi Niaga Bekasi itu yang telah ditutup Dikti dengan segala permasalahannya.

Belakangan sebuah media online Batam merilis biodata H. Muhammad Rudi dengan foto yang sama dan orang yang sama, terisi bahwa Walikota Batam telah memiliki ijazah sarjana S1 dari STIE Tribuana Bekasi Barat lulusan tahun 2015 dengan nama Rudi; selain itu juga memiliki ijazah S2 dengan gelar MM dari STIE Ganesha lulusan tahun 2019. Anehnya S1 dari STIE Tribuana itu hanya dalam waktu yang tepat 2014 masuk dan 2015 sudah lulus. Benar-benar kuliah super kilat, rasanya kita semua juga mau deh. 

Anehnya lagi, H. Muhammad Rudi yang mendaftar bersama H. ​​Amsakar Ahmad, SSos. MSi yang tadinya dihebohkan menggunakan ijazah SMA sebagai pernyataan KPUD Kota Batam, ternyata dalam Formulir MODEL BB. 1-KWK pendaftaran calon di KPU dilekati foto copi ijazah S1 Tribuana dan S2 Ganesha. Tentu publik merasa ada yang janggal karena selama ini mereka tahunya H. Muhammad Rudi selalu melekat di belakang nama itu melekat pada gelar SE dan MM, tiba-tiba dihilangkan. Pernyataan penggunaan ijazah SMA oleh H. Muhammad Rudi dan Amsakar Ahmad pun dibantah oleh Ketua Tim Pemenangan kandidat itu, Muhammad Kamaluddin bahwa kandidat menggunakan ijazah S1 dan S2, namun ketentuan partainya yang menghilangkan semua gelar pada pasangan yang diusung.

Di lapangan, biodata, dan kelengkapan persyaratan pencalonan pasangan Muhammad Rudi dan Amsakar Ahmad melalui media sosial yang bersumber dari situs KPUD Batam. 

Menanggapi polemik dan informasi kontroversi tersebut, Ketua LSM Kelompok Diskusi Anti 86 Ta'in Komari, SS memberikan tanggapan bahwa sebaiknya polemik itu sebaiknya diakhiri dengan melakukan proses hukum terhadap dugaan dan kecurigaan penggunaan ijazah palsu H. Muhammad Rudi. 

“Ijazah Sarjana yang digunakan Walikota Batam selama ini perlu diuji hukum, karena yang bersangkutan adalah pejabat publik. Polemik dan kontroversi itu harus diakhiri dengan proses hukum dan keputusan pengadilan. Supaya publik juga mendapatkan kepastian hokum terhadap calon pemimpinnya. ”Katanya, Minggu (25 / 10-2020).

Menurut Cak Ta'in, panggilan akrab dosen UNRIKA Batam itu, polemik itu seolah-olah mantan diakhiri oleh H. Muhammad Rudi sendiri dengan memakai ke KPU dalam pilkada 2020 ini tanpa menggunakan gelar SE dan MM-nya. Hilangnya gelar dan ijazah dalam dokumen Negara tentu menimbulkan pertanyaan yang lebih besar yang harus dijawab. "Jawabannya ya harus dengan ketetapan keputusan pengadilan, resolusi kuat dan tidak lagi menimbulkan kontroversi," ujarnya. 

Lebih lanjut Cak Ta'in menjelaskan, ada beberapa kejanggalan yang terjadi ketika H. Muhammad Rudi yang pada pilkada tahun 2016 menggunakan ijazah S1 dan S2 dengan gelar SE dan MM, tiba-tiba tiba sekarang menghilang. Sementara itu, ada di antara media online H. Muhammad Rudi memiliki ijazah S1 dari STIE Tribuana lulusan tahun 2015 dan S2 dari Ganesha yang baru lulusan 2019.

Penggunaan S1 dan S2 serta gelar SE dan MM yang melekat pada nama H. ​​Muhammad Rudi sejak sebelum tahun 2016 itu sudah masuk dalam dokumen Negara dan administrasi pemerintahan. Sebab sebelum menjadi Walikota Batam, Muhammad Rudi adalah anggota DPRD Kota Batam tahun 2009, dan menjadi Wakil Walikota Batam tahun 2011-2016. Menghilangkan gelar S1 dan S2 itu justru pada saat orang begitu bangga dengan gelar akademik yang melekat pada namanya, tapi dia justru dihilangkan.

"Orang kalau sudah punya gelar S2 saja ingin mengejar gelar dokter yang lebih mantap - kalau perlu sampai profesor, tapi ini kok justru dihilangkan. Mengapa dihilangkan? Ya Rudi sendiri yang dapat menjelaskannya.” kilah Cak Ta'in.

Lebih aneh lagi, lanjut Cak Ta'in, beredarnya ijazah S1 dari STIE Tribuana dan S2 dari Ganesha dengan nama hanya Rudi. Mengapa aneh? Karena nama Rudi dari tahun 2013 sudah tidak ada dengan diubah dan ditetapkan penetapan Pengadilan Negeri Batam menjadi Muhammad Rudi. Jadi adanya ijazah S1 dari STIE Tribuana lulusan tahun 2015 dan S2 Ganesha lulusan tahun 2019 hanya dari nama Rudi itu sangat konyol. 

“Sejak 2013 setelah penetapan nama Muhammad Rudi, tidak ada lagi seharusnya dokumen setelahnya tidak menggunakan nama tersebut. Jadi ijazah itu lebih aneh lagi. ”Jelas Cak Ta'in.

Untuk menjawab keraguan publik akan keabasahan ijazah yang digunakan H. Muhammad Rudi selama 5 tahun lalu maka perlu dilakukan proses hukum. Kalau perubahan namanya saja, ada penetapan hukum masya ijazah yang begitu mendesak dalam jabatan publik kok tanpa kepastian. 

“Perlu proses hukumlah agar ada kepastian status hukum, selain itu masyarakat juga jangan merasa terbodohi dengan sibuk dalam polemik soal ijazah yang palsu atau asli itu,” tegas Cak Ta'in.      

Meskipun saat ini yang dikenakan diri ke KPU hanya menggunakan ijazah SMA, maka justru itu lebih menjawab pertanyaan publik di pengadilan nanti. Penggunaan ijazah S1 dan S2 selama ini sudah masuk dalam dokumen Negara. Tidak bisa diubah-ubahlah seenaknya sendiri.

"Silahkan siapa saja masyarakat Batam untuk membuat laporan resmi terkait dugaan ijazah palsu yang digunakan pada pilkada 2016 lalu. Biarkan hukum yang berbicara kita tidak terus berpolemik." Tambah Cak Ta'in.

Ijazah S2 Amsakar Ahmad juga Dipertanyakan ?. Selain menyorotiot iijazah H. Muhammad Rudi, Walikota Batam - Cak Ta'in juga mempertanyakan keabsahan ijazah S2 nya H. Amsakar Ahmad, Wakil Walikota Batam. Menurut CakTa'in, pencantuman nama dalam ijazah itu sama dengan SD, SMP, SMA, S1, S2 dan S3. Bahkan ketika terjadi perbedaan huruf saja antara ijazah dengan dokumen lainnya seperti akta lahir maka perubahan justru dilakukan pada akta lahir karena kesesuaian huruf itu menjadi sangat penting pada setiap jenjang ijazah. Perubahan nama pada ijazah hamper tidak bias dilakukan meski hanya sebatas perbaikan karena ada kesalahan nama. Pilihan perubahan justru pada dokumen lain dengan nama orang pada ijazah karena lebih mudah, cukup pada instansi terkait sudah bias dilakukan.

Nama pada ijazah bias berubah pada tingkat selanjutnya setelah nama dilakukan perubahan keputusan dengan pengadilan terlebih dahulu. Tanpa melakukan hal itu, maka tidak akan ada satupun perguruan tinggi yang berani memberikan ijazah dengan nama yang berbeda dari ijazah S1-nya ke S2 ​​dan seterusnya.

"Saya sudah pernah konfirmasi sama seorang rektor perguruan tinggi. Bisakah dan beranikah, memberikan ijazah S2 dengan namanya ditambah atau dikurangi dari nama yang ada pada S1-nya. Jawabnya tidak berani dan tidak mungkin ada yang mau, kecuali dilampirkan ketetapan perubahan nama tersebut oleh pengadilan negeri terlebih dahulu, “kata Cak Ta'in.

Lebih lanjut CakTa'in menjelaskan, ijazah Wakil Walikota Batam dari SD, SMP, SMA dan S1 hanya tertulis nama Amsakar - namun pada S2-nya yang merupakan ijazah yang dikeluarkan perguruan tinggi ternama di JawaTimur UNAIR tertulis nama Amsakar Ahmad. Ada tambahan nama Ahmad di belakang nama Amsakar, sementara belum ada lampiran putusan perubahan nama dengan menambahkan nama orang tuanya di belakang nama dirinya. 

“InsyaaAllah, jika ada kesempatan kita akan konfirmasi ke UNAIR untuk yang ini. Sementara yang lain mudah2an ada yang berani dan berkenan membuat laporan resmi ke polisi. Tapi saran saya, sebaiknya lapornya ke Bareskrim Mabes Polri saja," Pesan Cak Ta'in. 

Ditambahkan Cak Ta'in, seseorang untuk bisa mendapatkan Ijazah tentu memerlukan proses pembelajaran diatur oleh Undang-Undang Sisdiknas. Untuk sekolah dasar hingga menengah perlu menjalankan pembejaran secara tatap muka di suatu lembaga sekolah. Begitu juga dengan pendidikan tinggi S1, S2, maupun S3. 

“Untuk mendapatkan ijazah sarjana S1 itu perlu belajar 3,5 sampai 4 tahun, bahkan bisa lebih lama. Selain itu, kita harus membuat suatu karya ilmiah yang disebut skripsi yang diuji di hadapan tim dosen yang ditunjuk ketua jurusan masing-masing. Bukan ujuk-ujuk dan asal dapat. Paparnya.

Untuk mendapatkan ijazah pascasarjana S2, seseorang yang memiliki ijazah sarjana S1 mengikuti proses belajar beberapa sementer dan mesti membuat karya ilmiah yang disebut tesis. Itu juga diuji para guru besar di perguruan tinggi tersebut. Sementara untuk ijazah S3 selain proses belajar perlu menyusun karya ilmiah yang disebut disertasi. “Jadi tidak semudah yang dibayangkan orang. Nah, untuk mereka yang sekarang memiliki ijazah S1, S2, atau S3 kapanpun tetap harus siap diuji ketika ijazahnya diragukan publik. Itu hanya dilakukan oleh seseorang yang memang mendapatkan secara benar dan bukan membeli, “tegas Cak Ta'in.

“Dan jika tidak ada yang mau melaporkan nanti biar saya saja yang melapokan,” tambahnya.


Redaksi

Tags


Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator sebagaimana diatur dalam UU ITE. #MariBijakBerkomentar.



Posting Komentar

[blogger]

Author Name

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Diberdayakan oleh Blogger.