Lis Veronica Batuara, Mahasiswi Ilmu Administrasi Negara FISIP-UMRAH Tanjungpinang. |
Berita ini sempat viral pertama kali di Negara Korea Selatan karena ada salah satu stasiun tv yang bernama MBC pertama kali mengungkapkan berita ini serta mendapat pengaduan dari saksi yang berada di dalam kapal tersebut. Yang diketahui bahwa kapal itu sempat mampir atau mendarat di Busan serta orang Indonesia yang menjadi saksi di dalam kapal tersebut menyampaikan dan meminta bantuan kepada kepada Pemerintah yang ada di Korea dan juga tv MBC.
Video viral yang beredar itu menyatakan bahwa adanya eksploitasi yang terjadi di kapal. Anak Buah Kapal (ABK) warga negara Indonesia yang bekerja di dua kapal penangkap ikan China mengklaim kondisi kerja mereka sangat buruk. Padahal didalam video itu disebutkan para ABK kapal memiliki surat perjanjian kontrak, sebelum berangkat ke luar negeri yang isi dari surat itu adalah; jika mereka memiliki resiko atau musibah akan ditanggung sendiri dan jika sampai meninggal maka jenazah akan dikremasikan pada saat kapal mendarat dan dengan catatan abu jenazah akan dipulangkan ke Indonesia.
Sebelumnya para pekerja ini sudah di asuransikan dulu sebelum berangkat keluar negeri dengan uang pertanggungan sebesar 10.000 US dollar atau di Rupiahkan 150 jt. Dan akan diberikan kepada ahli uang atau wali para pekerja tersebut, serta sudah setuju nya para pekerja dan tidak ada hukum yang berkaitan mengenai hal tersebut. Mereka menanda tangani dengan keadaan sehat dan tidak ada unsur paksaan.
Tapi fakta nyata yang ada dilapangan berbanding terbalik dengan perjanjian awal. Saksi yang sempat memberi tahu itu mengungkapkan para pekerja itu diperlakukan tidak adil serta adanya ekpoilitasi ketanagakerjaan, lingkungan tempat kerja yang begitu buruk. Fasilitas yang tidak diberikan dengan baik, makanan dan minuman yang tidak diberi secara teratur dan tempat beritirahat yang kurang layak.
Saksi yang mengaku mengatakan bahwa ABK kapal yang meninggal itu sebenarnya sudah sakit selama sebulan, saksi menceritakan juga bagaimana mereka sehari-hari bekerja didalam kapal tersebut sebagai salah satu contoh disebutkan bahwa mereka bekerja selama 18 jam dalam sehari dan waktu 6 jam diselingi sebagai waktu makan dan istirahat setelah kerja 30 jam.
Para nelayan Indonesia membawa air mineral namun diminum oleh nelayan-nelayan cina, sedangkan nelayan Indonesia meminum air laut yang sudah difiltirasi. Para ABK kapal juga ada yang diikat di tengah pantai, paspor yang mereka miliki dirampas dan mereka juga memiliki deposit yang sangat besar yang harus dibayar.
Dan itu yang menyebabkan tidak mudahnya untuk keluar dari pekerjaan tersebut karena sifatnya yang begitu mengikat.
Kapal tempat mereka bekerja ini juga melakukan tindakan penangkapan ikan secara ilegal, serta itulah yang menyebabkan tidak bisa langsung mendarat ke tepian karena jika ketahuan akan dikenakan hukum yang berlaku, maka dari itu mayat dibuang langsung ke laut bebas. Disebutkan juga bahwa para nelayan Indonesia itu yang setelah bekerja selama 13 bulan hanya dibayar 120 US dollar atau setara 1,7 juta rupiah.
Kerja mati-matian, tetapi hanya digaji bulanan sebesar Rp 100.000, bukankah pernyatan yang banyak ini termasuk pelanggaran Hak Azasi Manusia?. Salah satu alasan yang membuat para ABK kapal masi bertahan dikarenakan ekonomi yang begitu krisis dan keadaan yang membuat mereka seperti ini. Betapa memilukan mendengar nasib para ABK kapal WNI dimana dikontrak dengan kerja budak. Mengerikan sekali, bukan melihat hak-hak WNI kita yang dilanggar di luar negeri dan diperlakukan tidak manusiawi??
Lalu langkah apa yang dilakukan Pemerintah kita, dalam kasus ini adakah upaya bantuan yang dilakukan? Seperti yang diungkapkan di media, bahwa Pemerintah kita sedang dalam tahap investigasi mendalam terhadap kasus ini. Ya walaupun dalam tahap proses penyelidikan yang belum tuntas.
Setidaknya para ABK kapal yang kemaren sempat berada didalam kapal itu sudah menyampaikan keluhan sehingga telah ditindak lanjuti oleh aparat penegak hukum. Dan kini sudah ditangani dan dipulangkan ke Indonesia setelah menjalani karantina 14 hari daan dinyatakan sehat.
Penindakan kasus ini bukanlah sesuatu hal yang mudah karena peristiwa ini harus dikontruksi terlebih dahulu banyak yang perlu dikaji sehingga dibutuhkannya kordinasi tindak lanjut. Kita berharap dengan cepatnya berita ini beredar di publik kasus seperti ini dapat ditangani dengan baik sehingga tidak terjadi lagi dalam dunia kerja dan keadilan manusia dalam dunia kerja dapat dicapai, sehingga tidak banyak lagi korban kasus pelanggaran HAM dan ekpoilitasi ketenagakerjaan.
Oleh: Lis Veronica Batuara, Mahasiswi Ilmu Administrasi Negara FISIP-UMRAH Tanjungpinang
Posting Komentar