Sidang Terdakwa Erlina Agenda Pembacaan Pembelaan (Pledoi) |
"Namun, kami juga berharap agar Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili serta memutuskan perkara ini dapat melihat kebenaran yang sesungguhnya dari hati nurani yang paling dalam terhadap penderitaan yang telah dialami oleh terdakwa selaku korban tindak pidana pemerasan. Namun kebebasanya telah dirampas dan dipenjara," kata Manuel P Tampubolon saat membacakan nota pledoinya dihadapan Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, Mangapul Manalu didampingi Hakim anggota, Jasael dan Rozza, Selasa (13/11-2018).
Dalam nota pembelaanya, Manuel P Tampubolon mengungkap fakta-fakta yuridis persidangan, mulai dari penahanan terdakwa. Dimana, dipenyidikan, terdakwa tidak ditahan, kemudian ditahan Jaksa Penuntut Umum, serta tahanan terdakwa diperpanjang majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Batam, dan Pengadilan Tinggi Pekanbaru.
"Terdakwa Erlina sejak ditahan Kejaksaan di Lapas Perempuan Klas II B Kota Batam. Naumun hal itu pun, ada kejanggalan-kejanggalan penahanan terdakwa yang diperpanjang Majelis Hakim PN Batam ke Pengadilan Tinggi Pekanbaru. Dimana nomor perkara 612/Pid.B/2018/PN.Btm, menjadi Nomor : 612/Pid.Sus/2018/PN.Btm, kemudian lama penahanan terdakwa menjadi 31 hari. Pun itu setelah diterima surat penetapan penahanan Eelina dari Kepala Lapasa Perempuan," ungkap Manuel P Tampubolon.
Menurut Manuel P Tampubolon, fakta-fakta yuridis tersebut, telah membuktikan bahwa penahanan terdakwa Erlina oleh Hakim Ketua Pengadilan Negeri Batam selama 31 hari, terhitung sejak tanggal 17 juli 2018 sampai dengan tanggal 16 Agustus 2018, dan telah melanggar Ketentuan Pasal 26 ayat (1) KUHAP yang menyatakan paling lama 30 hari.
"Terdakwa setelah didaftarkan ke Pengadilan Negeri dengan nomor perkara 612/Pid.B/2018/PN.Btm, dan resmi menjadi tahanan ketua Pengadilan Negeri Batam dengan klasifikasi perkara penggelapan. Maka pada hari Kamis 16 Agustus 2018, terdakwa harus dinyatakan bebas demi hukum," ujar Manuel.
Kemudian, fakta-fakta yuridis tentang perkara yang dilaporkan oleh BPR Agra Dhana ke Polresta Barelang, terdakwa adalah penggelapan dalam jabatan, bukan perkara tindak pidana perbankan. Terdakwa dilaporkan oleh Bambang Herianto dengan perkara laporan polisi nomor: LP-B/473/IV/2016/Kepri/SPKT-Polresta Barelang, tanggal 09 April 2016 dengan nilai kerugian bunga sebesar Rp 4 juta.
"Bambang Herianto sebagai pelapor, selama persidangan, Jaksa tidak mampu menghadirkanya untuk diperiksa dipersidangan, hal ini fakta yang sangat mengerikan, mengingat saat ini terdakwa dipenjarakan oleh saksi pelapor. Dan bukan hanya itu, Jaksa juga telah menghadirkan Mohammad Rizky sebagai ahli yang ditunjuk Direkrur Litigasi dan Bantuan hukum mewakili Dewan Komisaris OJK, dalam ahli dugaan penggelapan dalam jabatan," kata Manuel melanjutkan pembacaan pledoinya.
Kemudian, surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut terdakwa dengan hukuman kurungan penjara selama 7 tahun, menurut Manuel P Tampubolon sangat tidak lazim, karena jaksa tidak menguraikan perbuatan terdakwa secara lengkap sebagaimana dalam surat dakwaan Jaksa.
"Surat tuntutan jaksa, hanya menyebutkan terdakwa dihadapkan kedepan persidangan dengan dakwaan melanggar pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang
bahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana, dan melanggar Pasal 374 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) Ke-1 (?) KUHPidana, serta melanggar Pasal 372 KUHPidana Jo Pasal 64 ayat (1) Ke-1 (?) KUHPidana," tuturnya.
Dan bukan hanya itu, kata Manuel, alat bukti yang disebutkan oleh Jaksa dalam surat dakwaanya untuk memenjarakan terdakwa. Hasil audit keuangan yang dilakukan saksi Beny (Manager Marketing BPR Agra Dhana dan Bambang Herianto (Direktur Marketing BPR Agra Dhana), dan Laporan Hasil pemeriksaan Khusus oleh Otoritas Jasa Keuangan Terhadap hasil audit keuangan yang dilakukan saksi Beny dan Bambang Herianto dibuat oleh Afif Alfarisi.
Harusnya Jaksa Penuntut Umum memahami serta mengetahui bahwa yang memiliki kompetensi absolut pada saat untuk melakukan audit laporan keuangan PT. BPR Agra Dhana tahun buku 2015, yang berdasarkan laporan keuangan publikasi tanggal 31 Desember 2015 pada Bank Indonesia, memiliki total aset lebih dari Rp 10 M, maka berdasarkan peraturan BI nomor 15/3/PBI/2013 tentang transparansi kondisi keuangan BPR, berbunyi dipasal 5 ayat (1), pasal 6 huruf (a), pasal 16 ayat (1) huruf (a) dan (b), serta pasal 19 huruf (b).
"Jaksa Penuntut Umum juga mengetahui tentang fakta sebelum dibuatnya laporan kepolisi. Dimana tanggal 9 April 2016, pelaksanaan audit oleh kantor akuntan publik untuk laporan keuangan PR BPR Agra Dhana tahun 2015 telah selesai dilakukan dan telah dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan. Sesuai peraturan BI, maka yang memiliki kompetensi absolut untuk melakukan audit terhadap laporan keuangan tahunan PT BPR Agra Dhana, akuntan publik dan kantor akuntan publik yang terdaftar di BI," ujar Manuel.
Selanjutnya, ujar Manuel, dalam fakta persidangan, fakta yang lebih mengerikan, saksi-saksi dari BPR Agra Dhana yaitu, Beny, Sari Kurniawati, Jerry Diamond, Fitria Puji Rahayu dan Sutra Eka Pratiwi, secara tegas membantah surat dakwaan Jaksa, yang menyatakan bahwa tidak pernah melakukan audit keuangan. "Fakta-fakta tersebut jelas membuktikan bahwa Jaksa Penuntut Umum menyusun surat dakwaan hanyalah berdasarkan asumsi dan imajinasi swmata.
"Barang bukti hasil audit keuangan yang dibuat Beny dan Bambang Herianto, tidak ada, hasil audit internal, tidak ada, hasil audit yang dibuat oleh kantor akuntan publik, tidak ada, hasil Matriks, tidak ada," kata Manuel.
Lebih parahnya lagi, kata Manuel, terdakwa sejak dipenyidikan polisi, hingga berkas dilimpahkan perkara A Quo kepada Jaksa berulang kali meminta hasil audit laporan keuangan BPR Agra Dhana tahun 2015, namun tidak pernah diperlihatkan. Padahal hasil audit laporan keuangan PT BPR Agra Dhana tahun 2015 yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik dan telah dilaporkan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dan bukan hanya itu, ada risalah rapat OJK yang telah membuktikan, bahwa sesungguhnya terdakwa adalah korban tindak pidana pemerasan yang telah dilakukan oleh jajaran direksi PT BPR Agra Dhana. Faktanya, terdakwa telah dipaksa untuk membayar bunga sebesar Rp 929,853,879, bukan mengembalikan uang sebagaimana asusmsi dan imajinasi JPU.
Selain itu, dalam pledoi, Manuel membacakan UU Perbankan pasal 40,42 dan 47, dimana barang bukti yang dijadikan dasar oleh JPU untuk menyesuaikan keterangan saksi-saksi adalah seluruh transaksi-transaksi keuangan nasabah PT BPR Agra Dhana tahun buku 2012 hingga tahun 2015, transaksi-transaksi keuangan atas nama terdakwa di dua buku tabungan milik terdakwa sebagai dasar JPU untuk menuntut terdakwa.
"Membuka data transaksi keuangan serta buku tabungan milik terdakwa diperaidangan yang terbuka untuk umum, harus memiliki izin tertulis dari pimpinan BI, sesuai pasal 42 UU no 10 tahun 1998 tentang perubahan atas UU no 7 tahun 1992 tentang Perbankan," kata Manuel.
Parahnya lagi, terang Manuel P Tampubolon, selain dipaksa membayar Rp 929,853,879, terdakwa juga dipaksa lagi untuk membayar bunga sebesar Rp 1.250.283.369, karena terdakwa tidak bisa membayar, sehingga terdakwa dipenjarakan JPU. Alangkah beratnya penderitaan yang telah dialami oleh terdakwa, setelah terdakwa diperas habis-habisan. Terdakwa malah justru dipwnjarakan dan direnggut kebebasanya, dan terlebih lagi dipisahkan dari suami dan anak-anaknya yang masih kecil serta sangat membutuhkan kasih sayang dari ibunya.
"Jelas tergambar dari asas hukum pidana itu sendiri, adalah lebih baik membebaskan seribu orang penjahat daripada memenjarakan satu orang yang tidak bersalah,"kata Manuel.
Adapun yang diuraikan dalam pledoi, kami memohon kepada majelis hakim yang memeriksa, mengadili serta memutuskan perkara ini, agar dapat memberikan putusan pada Sidang Perkara ini sebagai berikut:
- Menerima serta Mengabulkan PLEDOl Terdakwa.
- Menyatakan Surat Tuntutan Jaksa Penuntut Umum tidak dapat diterima.
- Menyatakan Terdakwa TIDAK TERBUKTI melakukan Tindak Pidana sebagaimana diancam dalam Surat Dakwaan Pertama melanggar Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang PERBANKAN Jo. Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
- Menyatakan Terdakwa Bebas Demi Hukum atau setidak-tidaknya Menyatakan Melepaskan Terdakwa Dari Segala Tuntutan Hukum.
- Memerintahkan agar Terdakwa segera dibebaskan atau dilepaskan dari tahanan
- Menyatakan Barang Bukti berupa 2 (dua) buah Buku Tabungan Bank Panin atas nama Terdakwa dikembalikan kepada Terdakwa.
- Merehabilitasi serta memulihkan Narma Baik, Harkat, Martabat, serta Kehormatan Terdakwa.
- Menyatakan biaya perkara dibebankan kepada Negara.
Dan apabila Yang Mulia Majelis Hakim berpendapat lain, mohon Putusan yang seadil-adinya.
Alfred
Posting Komentar