Acok Saat Mengikuti Sidang |
TANJUNGPINANG KEPRIAKTUAL.Com; Agenda sidang pemeriksaan
terdakwa Yon Fredy alias Anton di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang yang dipimpin Hakim Majelis Zulfadly SH. MH, didampingi Hakim Anggota Acep
Sopian. S SH. MH, dan Afrizal SH. MH, Selasa,
(17/1-2017). Yon Fredy alias Anton Direktur PT. Lobindo Nusa Persada menyatakan
dirinya merasa ditipu oleh Acok Komisaris Utama PT. Gandasari Resources.
Menurut
terdakwa Yon Fredy, terkait penambangan bauksit di lokasi Bukit II Kampung Batu
Duyung seluas 301 hektar. “ Lahan tersebut milik kedua belah pihak yakni PT.
Lobindo Nusa Persada seluas 150 hektar lebih dan PT. Dwi Karya Abadi 150 Ha
lebih. Kemudian PT. Dwi Karya Abadi menjualnya ke PT. Gandasari Resources
seluas 150 hektar lebih.”terang Anton
Selanjutnya,
tambah Anton, dibuat surat kesepakatan, bahwa siapa yang menambang bauksit di
lahan tersebut harus harus membayar fee 1,5 US Dolar permetrik ton kepada pihak
yang tidak menambang, selain itu pihak penambang juga harus melakukan penghijauan
dan juga membayar pajak.
"Namun
setelah bauksit ditambang oleh PT. Gandasari Resources, mereka tidak
menjalankan kesepakatan yang telah dibuat, dimana Fee 1,5 US Dolar permetrik
ton yang dibayarkan kepada kami, dari 15 cek yang diberikan kepada kami hanya 5
cek yang cair. Selain itu mereka juga tidak membayar pajak kepada pemerintah. Dan
dalam penambangan, mereka juga tidak menggunakan PT. Gandasari Resources,
tetapi menggunakan PT. Wahana, sehingga kami mencabut kuasa penambangan itu. Di
sini saya merasa ditipu oleh Acok owner PT. Gandasari Resources,"ujarnya
Yon Fredy melanjutkan, bahwa kemudian lahan milik PT. Gandasari Resources
seluas 150 hektar lebih dibelinya seharga Rp 50 miliar, dan telah dibayarnya
sebesar Rp 10 miliar.
"Kami bayar awalnya Rp 5 miliar, kemudian Rp 3 miliar dan selanjutnya Rp 2
miliar, setelah kami bayar Rp 10 miliar, saya diminta Acok untuk melakukan
penambangan. Namun saat kami mau menambang, mereka tidak mengizinkan dengan
alasan mereka mau menambang sendiri," terangnya dihadapan Majelis Hakim
Selain itu, tambah Yon Fredy, dalam kasus tersebut sebenarnya Acok Pemilik PT.
Gandasari Resources telah berulang kali melaporkannya ke polisi, dari mulai
Polresta Tanjungpinang, bahkan sampai ke Polda Kepri, namun terakhir dirinya
yang menang di Mahkamah Agung (MA).
"Sesuai keputusan MA mengenai perdata kasus ini, kami menang dan tidak
bersalah. Pihak Acok sebagai penggugat kalah dan diminta oleh hakim MA,
PT.Gandasari Resources membayar kerugian materil kepada kami fee hasil
pertambangan (produksi) sebesar Rp 32.151.493.367,4(Rp 32 milyar lebih). Selain
itu mereka juga harus membayar kepada pemerintah daerah dan pusat dengan total
sekitar Rp 132 miliar, dengan rincian untuk Royalti sebesar Rp
42.850.068.000,69 (Rp 42 milyar lebih) dan Jaminan Reklamasi sebesar Rp
24.733.084.400,00 (Rp 24 milyar lebih),serta Biaya CSR sebesar Rp
24.733.084.400,00 (Rp 24 milyar lebih), 5. Denda DHE (denda hasil ekspor)
sebesar Rp 100.000.000,00 (Rp 100 juta), 6. Pengembalian pembayaran pajak bumi
dan bangunan untuk tahun 2012 dan 2013 sebesar Rp 120.698.640,00 (120 juta
lebih)," ujar Yon Fredy Alias Anton.
Fhoto Sidang |
Sebelum pemeriksaan terdakwa ini, DR. Chairul Huda., SH.,MH saksi ahli dari
Jaksa Penuntut Umum (JPU) RD. Akmal S.H., yang juga saksi dari pihak Yon Fredy
mengatakan, masalah perkara pidana yang bersamaan dengan perkara perdata dengan
objek yang sama, perkara pidananya harus menunggu perkara perdatanya selesai.
"Keputusan perdata itu bisa menjadi salah satu bukti untuk pertimbangan
keputusan hakim dalam hal perkara pidana terdakwa. Hak otonom hakim untuk
menentukan apakah terdakwa diputus bebas atau lepas. (1) Jika pengadilan
berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan terdakwa atas
perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan,
maka terdakwa diputus bebas. (2) Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan
yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan
suatu tindakan pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum.
Sesuai pasal 191 ayat (1) dan ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)," terang DR. Chairul Huda., SH.,MH.
(Red/Kepriaktual.com)
Posting Komentar